PEKANBARU, PROKOPIM - Wakil Bupati Bengkalis Dr. H. Bagus Santoso dengan tegas menyampaikan persoalan abrasi yang menjadi urgensi Pemerintah Kabupaten Bengkalis saat ini.
Hal tersebut disampikan Wabup saat mengikuti Rapat bersama Tim Banggar DPR RI tentang kebijakan penerimaan pengalokasian dana transfer ke daerah dan Dana Desa dalam APBN, Selasa (26/3/2024), bertempat di Balai Serindit Aula Gubernuran Riau.
Wabup Dr. H. Bagus Santoso menjelaskan, menurut data yang kami himpun sebanyak 222 KM wilayah Kabupaten Bengkalis yang berada di pesisir terus dihantam ombak yang berhadapan langsung dengan Selat Melaka, saat ini seluas 121 KM abrasi dalam keadaan kritis dan setiap tahunnya mengalami pengikisan pantai seluas 7 meter.
"Warga kami bukan takut dijajah asing melainkan takut pulaunya hilang ke laut, saat ini kami baru bisa menangani pembangunan pengaman abrasi baru sekitar 31,6 KM dan masih tersisa 90 KM lagi yang harus dibangun,” tegas Bagus.
Lebih lanjut Mantan Anggota DPRD Provinsi Riau ini memaparkan untuk membangun 1 meter infrastruktur jalan hanya butuh 10 juta, tapi untuk membangun pemecah gelombangnya butuh 28 juta rupiah.
Berbagai langkah sudah kami lakukan baik mengirim proposal, kami beserta rombongan hadir langsung di Kementerian terkait untuk membantu kami, karena wewenang pembangunannya bukan dari pemerintah daerah melainkan dari pusat.
"Setelah kami hitung-hitung untuk mengatasi permasalahan abrasi dibutuhkan anggaran sebesar 2,4 triliun rupiah", ucapnya.
Dikesempatan tersebut Bagus juga menyinggung terkait Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (Migas), Beliau mengatakan di Provinsi Riau khususnya Kabupaten Bengkalis merupakan penyumbang minyak terbesar masa puncaknya saat dikelola Chevron tahun 73 dan sekarang sudah di kelola Pertamina Hulu Rokan (PHR) sampai 1 juta barel per hari.
"Dengan sumbangan terbesar ini ternyata setelah dibagi ke Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota tidak sesuai dengan apa yang dihasilkan", ujarnya.
Kemudian Terkait Dana Bagi Hasil (DBH) sawit Bagus memberi usulan agar penggunaannya bukan saja diperuntukkan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan serta perlindungan sosial bagi pekerja perkebunan sawit, tetapi boleh digunakan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada di daerah.
"Agar DAU peruntukkan dan DBH sawit tidak dimasukkan dalam komponen penghitung 10% alokasi Dana Desa (ADD), karena berdasarkan regulasi yang ada bahwa Kabupaten/Kota yang memiliki desa wajib memenuhi ADD paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi dana alokasi khusus (DAK). DAU peruntukkan dan DBH sawit bagian dari dana perimbangan tetapi sudah ditentukan peruntukan penggunaannya sehingga tidak mungkin lagi dikeluarkan 10% untuk dialokasikan untuk ADD", pungkasnya.
Kemudian Muhiddin Muhammad Syarif Pimpinan Banggar DPR Ri mengungkapkan Kehadiran Pimpinan dan Anggota dalam rangka menghimpun masukan, saran dan rekomendasi tentang kebijakan penerimaan pengalokasian dana transfer ke daerah dan dana Desa dalam APBN di Provinsi Riau.
Namun dari hasil paparan yang disampaikan Gubernur dan Kepala Daerah tadi menjadi referensi bagi kami untuk dibawakan ke pusat. Semoga melalui pertemuan ini nantinya akan membuahkan hasil untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pungkasnya
Hadir mengikuti pertemuan tersebut PJ Gubernur Riau S.F Hariyanto, Sekda Provinsi Riau Indra, Syarif Abdullah Wakil Ketua Banggar, Forkopimda Provinsi Riau, Bupati/Walikota se-Provinsi Riau, Kadisdukcapil Ismail, Sekretaris Bappeda Rinto.