Pada bulan-bulan terakhir ini, DPRD kabupaten/kota di Propinsi Riau sibuk melakukan pembahasan terkait Rancangan Peraturan Daerah mengenai Desa Adat.
Bahkan di sebagian kabupaten/kota sudah menetapkan perubahan status beberapa desa di daerahnya menjadi desa adat. Sehubungan dengan ini, saya mencoba mencari tahu tentang desa adat ini dan apa yang menjadi landasan filosopis dan yuridis sehingga perlunya dibentuknya desa adat.
Pembentukan desa adat ini sebenarnya berangkat dari dasar pemikiran dimana pemerintah harus mengakui dan mengakomodir secara yuridis formal akan eksistensi hukum dan masyarakat adat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem hukum dan pemerintahan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karena selama ini dirasakan bahwa telah terjadi praktek penyeragaman sistem politik dan pemerintahan daerah yang berlaku secara nasional yang mengakibatkan sistem politik dan hukum masyarakat adat lokal menjadi termarginalkan. Padahal masing-masing daerah memiliki karateristik budaya dan kearifan lokal tersendiri yang berbeda-beda antara satu dan lainnya.
Selain itu keberadaan dan hak masyarakat hukum adat di Indonesia juga diakui dalam UUD 1945, ini artinya keberadaan dan hak masyarakat hukum adat telah diterima dalam kerangka hukum yang berlaku di Indonesia.
Bahkan pada saat UUD 1945 diamandemen terdapat ketentuan yang mengatur tentang keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat di antaranya Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 sebagai salah satu landasan konstitusional masyarakat adat menyatakan pengakuan secara deklaratif bahwa negara mengakui dan menghormati keberadaan dan hak hak masyarakat hukum adat.
Namun pengakuan tersebut memberikan batasan-batasan atau persyaratan agar suatu komunitas dapat diakui keberadaan sebagai masyarakat hukum adat. Ada empat persyaratan keberadaan masyarakat adat menurut Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 antara lain:
(a) Sepanjang masih hidup; (b) Sesuai dengan perkembangan masyarakat; (c) Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan (d) Diatur dalam undang-undang. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 merupakan bentuk dari pengakuan bersyarat terhadap keberadaan masyarakat hukum adat.
Dasar pemikiran inilah yang menjadi sebab lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengatur secara spesifik mengeni Desa Adat.
Dalam pasal 96 dinyatakan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penataan kesatuan masyarakat hukum adat dan ditetapkan menjadi Desa Adat. Ketentuan mengenai penetapan desa adat harus memenuhi tiga persyaratan;
(1) kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup, baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional; (2). kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan (3) kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup harus memiliki wilayah paling kurang memenuhi salah satu atau gabungan unsur adanya;
(a) masyarakat yang warganya memiliki perasaan bersama dalam kelompok; (b) pranata pemerintahan adat; (c) harta kekayaan dan atau benda adat (d) perangkat norma hukum adat.
Apa yang menjadi kewenangan desa adat, pasal 103 UU No. 6 tahun 2014 menyatakan bahwa desa adat memiliki wewenang mengatur dan melaksanakan pemerintahan berdasarkan “susunan asli”. Yang dimaksud dengan susunan asli adalah sistem organisasi kehidupan desa adat yang dikenal di wilayah masing-masing.
Selain itu mengatur dan mengurus ulayat atau wilayah adat, melestarikan nilai sosial desa adat, menyelesaikan sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di desa adat, menyelenggarakan sidang perdamaian peradilan desa adat, memelihara kententraman dan ketertiban masyarakat desa adat berdasarkan hukum adat dan mengembangkan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat desa adat.
Desa adat diberi tugas oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat, pelaksanaan Pembangunan Desa Adat, pembinaan kemasyarakatan Desa Adat, dan pemberdayaan masyarakat Desa Adat. Yang mendapat pembiayaan dari pemerintah.
Pengaturan dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dilaksanakan sesuai dengan hak asal usul dan hukum adat yang berlaku di Desa Adat yang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tidak bertentangan dengan asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Artinya Pemerintahan Desa Adat menyelenggarakan fungsi permusyawaratan dan Musyawarah Desa Adat sesuai dengan susunan asli Desa Adat atau dibentuk baru sesuai dengan prakarsa masyarakat Desa Adat. Dan yang lebih penting dan menarik bahwa penyusunan kelembagaan, pengisian jabatan, dan masa jabatan Kepala Desa Adat berdasarkan hukum adat ditetapkan dalam peraturan daerah.
Sampai disini jelaslah bahwa pengaturan mengenai penetapan desa adat melalui undang-undang tentang desa merupakan bentuk pengakuan pemerintah secara yuridis formal akan keberadaan dan hak masyarakat hukum adat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Akan tetapi kewenangan yang diberikan oleh pemerintah untuk menetapkan desa adat dengan kekhusuannya yang tersendiri itu tidak diberikan kepada semua desa, hanya desa-desa yang memang masih memiliki masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya yang secara nyata masih hidup, baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional.
[infobox style="alert-custom green"]Penulis adalah salah seorang dosen di STAIN Bengkalis juga aktif dibeberapa lembaga keislaman seperti NU, MUI dan LPTQ. Saat ini Ustadz yang pernah mengenyam pendidikan di UIN Suska Riau ini karya tulisnya sering dimuat dibeberapa media seperti Riau Pos. Facebook : Amrizal Isa[/infobox]