Pemerintah Kabupaten Bengkalis sangat menginginkan kepiting soka atau kepiting lunak bisa dikembangkan secara massal. Persoalannya, Pemkab masih terkendala dengan teknologi pembenihan. Sejauh ini, untuk Sumatera, khususnya Riau, usaha kepiting masih mengandalkan benih alam.
[caption id="attachment_415" align="alignleft" width="300"]Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bengkalis, Amril Fachri, Kamis (13/2). “Kalau teknologi untuk membuat cangkang kepiting jadi lembut itu kita melalui Balitbang sudah bisa. Persoalannya terletak pada teknologi pembenihan kepiting, bagaimana caranya bisa berkembang biak. Itu yang sulit,” kata Amril.
Dikatakan, untuk Sumatera khusunya di Riau, dirinya belum mendengar adanya lokasi budidaya kepiting dengan teknologi perkembang biakan secara buatan. Benih kepiting yang diperoleh berasal dari alam dan kemudian dibesarkan hingga layak untuk dikonsumsi. Dengan kondisi seperti itu kalaua diterapkan di Bengkalis hasilnya tidak akan maksimal karena benih kepiting di alam sangat sedikit.
“Kalau di Bengkalis ya kita lihat sendiri, jangankan anak kepiting, kepiting yang sudah besar pun sulit didapat. Itu sebabnya di tempat kita ni, jarang-jarang bisa makan kepiting,” kata Amril.
Namun demikian, sambung Amril lagi, bukan berarti Pemkab melalui DKP lepas tangan begitu saja. Pihaknya akan berupaya menelusuri tempat-tempat budidaya kepiting di Indonesia dan kemungkinan penerapannya di Bengkalis. Kalau memang ada orang yang ahli membudidayakan kepiting, maka tidak mustahil DKP akan melaksanakan pelatihan budidaya kepiting.
“Kalau untuk teknologi soka-nya, yaitu membuat kulit kepiting menjadi lembut sudah tidak ada masalah. Di Balitbang sudah membuktikan itu, tinggal lagi teknologi budidaya kepiting. Kalau berhasil maka keinginan Pak Bupati agar Bengkalis bisa mengekspor kepiting soka tentu akan menjadi kenyataan,” kata Amril lagi.