Minggu, 27 Agustus 2017 | 15:36:54 WIB | Dibaca : 1219 Kali

Ingat! Hoax Jadi Bisnis:

Johan: Humas Mesti Merespon, Berita Tak Benar Harus Dilawan

Editor : Johansyah Syafri - Reporter : - - Fotografer : Internet
Johan: Humas Mesti Merespon, Berita  Tak Benar Harus Dilawan Teks foto: Ilustrasi

BENGKALIS, HUMAS -- Berita bohong atau hoax ternyata bukan sekadar informasi saja. Di tangan sekelompok orang, hoax bisa menjadi ladang bisnis.

Seperti dilakukan tim Saracen. Saracen adalah kelompok pembuat berita hoax yang bekerja secara profesional dan memiliki ribuan akun dalam menjalankan aksinya.

Kelompok ini mempunyai struktur organisasi yang sangat rapi. Mereka sudah menjalankan aksinya sejak November 2015. Beruntung polisi bisa segera membongkar aksi ini.

Cara kerjanya, Saracen menawarkan kepada siapa saja yang membutuhkan sebaran hoax. Tarifnya? Jangan ditanya. Satu proyek hoax bisa sampai puluhan juta rupiah.

Dikutip dari merdeka.com (23/8), polisi telah menyita barang bukti berupa 58 simcard, 5 hardisk CPU, 2 hardisk laptop, 7 ponsel, 4 memory card, dan 6 flaskdisk. Kelompok bisnis berita hoax ini benar-benar serius dalam menjalankan aksinya.

Bisnis berita hoax tentu sangat meresahkan masyarakat. Dengan beredarnya berita hoax, masyarakat bisa kebingungan mana informasi yang bisa dipercaya.

Kelompok Saracen beraksi melalu media sosial seperti Facebook. Mereka membuat grup berita atau media online dengan bantuan akun palsu dan jaringan admin Saracen yang aktif.

Berita hoax semakin terorganisir dan profesional. Dampak dari hoax ini bisa melebar ke mana-mana. Dengan pundi-pundi uang yang mengalir, kelompok ini akan melakukan apa saja agar berita hoax semakin viral.

Lalu, apa dampak yang diakibatkan dari ulah kelompok yang menjadikan berita hoax sebagai bisnis? Brilio.net memberi gambaran yang dirangkum dari berbagai sumber.

Pertama, generasi muda bisa tersita waktunya.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengatakan, berita hoax di media sosial bisa berdampak buruk bagi generasi muda. Produktivitas anak muda bisa tersita karena seringnya menggunakan media sosial.

"Jangan sampai perhatian kita terhadap keluarga dan orang sekitar menjadi berkurang" kata Rudiantara sebagaimana dikutip brilio.net dari laman Kominfo.

Sebuah studi dari Universitas Stanford menunjukkan anak muda terutama remaja atau mahasiswa menilai kebenaran berita dari detail konten seperti jumlah dan besarnya foto, panjang artikel, dan lain lain.

Penelitian ini dilakukan kepada 7.840 siswa dari berbagai latar belakang. Responden diminta untuk memberikan evaluasi terhadap konten berita yang ditujukan.

Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa anak muda lebih memprioritaskan isi artikel daripada sumber berita. Hal ini menjadi alasan kenapa anak muda sangat rentang sekali dengan berita hoax.

Kedua, memicu perpecahan

Berita hoax seringkali bermuatan isu SARA. Kelompok Saracen juga bermain di tema ini. Mereka bisa menyebarkan konten-konten bernada SARA.

Alhasil, masyarakat akan terpecah belah karenanya. Masyarakat tidak bisa membedakan isu mana yang benar dan hoax.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pernah mengatakan bahwa persatuan Indonesia tidak boleh goyah hanya karena provokasi dan hasutan.

Dikutip dari laman resmi Kemenag (4/2), Menteri Agama juga menggingatkan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap berita Hoax.

Ketiga, menurunkan reputasi pihak yang dirugikan

Berita hoax seringkali menjatuhkan pihak tertentu. Dengan banyaknya berita hoax, pihak yang dirugikan akan kesulitan untuk melakukan klarifikasi.

Kemendikbud dari twitternya @Kemendikbud_RI (17/4) mengatakan bahwa pelaku kejahatan bisa menurunkan status sosial dari objek berita hoax tersebut. Berita hoax juga bisa digunakan untuk mengalahkan kelompok tertentu dalam politik seperti pada saat Pilkada.

Penelitian yang dilakukan oleh Hunt Allcott menunjukkan fakta bahwa orang dewasa AS membaca dan mengingat satu atau beberapa artikel berita bohong pada saat periode kampanye.

Berita bohong ternyata mempunyai efek besar dalam pemilihan tersebut dan mampu mempengaruhi suara yang didapatkan oleh kandidat presiden.

Keempat, menguntungkan pihak tertentu.

Kasus kelompok pembuat berita profesional Saracen merupakan bukti nyata bahwa bisnis hoax menggiurkan. Motif ekonomi bisa menjadi alasan penyebaran berita hoax.

Dilansir dari merdeka.com (24/8), Kasubag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo mengatakan bahwa nominal yang diterima oleh kelompok ini bisa mencapai Rp100 juta setiap proyek.

Kelima, berita hoax membuat fakta tidak lagi bisa dipercaya.

Dengan semakin viralnya berita hoax, fakta sebenarnya malah bisa dicap sebagai berita hoax. Dengan ini masyarakat bisa kebingungan tentang fakta mana yang harus dipercaya.

Dilansir dari website resmi Kominfo (22/8), Juru Bicara Presiden Johan Budi menegaskan bahwa berita bohong harus dilawan.

"Fungsi Humas adalah merespon tuduhan atau finah tak benar," ujarnya.

Johan juga berpesan agar komunikasi dilakukan dengan tepat dan jelas. Berita hoax bisa muncul dari komunikasi yang kurang tepat dan bisa membuat persepsi masyarakat menjadi buruk.***

Sumber: brilio.net