BENGKALIS, HUMAS – Ratusan jamaah, terdiri dari mahasiswa, pelajar, masyarakat tempatan maupun ibu-ibu pengajian dari berbagai desa, serta sejumlah tokoh agama di Kabupaten Bengkalis, menziarahi makam Tuan Guru Haji Ahmad, di Desa Pangkalan Batang, Kecamatan Bengkalis, Jum’at (13/10/2017) sore.
“Ziarah ini kita lakukan sengaja mengajak seluruh masyarakat khususnya kepada generasi muda, agar tidak lupa dengan sejarah. Karena dengan berziarah seperti ini kita harapkan dapat menjadi salah satu wujud syukur kita kepada Allah, yang telah menganugrahkan negeri ini ulama-ulama yang bersusah payah berjuang dan mengabdi memberikan pengetahuan agama kepada nenek moyang kita dulu,” jelas Ketua Yayasan Madani Nusantara Bengkalis, Suyendri.
Pria yang diketahui sebagai penggagas kegiatan ziarah, bekerja sama dengan Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bengkalis, Kepala Desa Pangkalan Batang, dan relawan lainnya ini, sangat mengharapkan agar para generasi muda dapat mengambil hikmah dan motivasi dari perjuangan para ulama terdahulu dalam menyebarkan dan mengajarkan ilmu Agama Islam.
Ziarah yang berlangsung hening meski disertai dengan rintik gerimis itu, diisi dengan membacakan Surah Yassin dan Tahlil yang di pimpin Ustadz Ahmad Fadli Saputra Inayatullah. Sedangkan doa, di pandu oleh Ketua MUI Kabupaten Bengkalis, H Amrizal.
Sementara itu, dalam sebuah tulisan Ketua MUI Kabupaten Bengkalis, mengisahkan bahwa Tuan Guru Haji Ahmad adalah tokoh ulama yang pertama mengajar Islam di Bengkalis sejak awal abad ke-20. Ia lahir di Bangkinang Kabupaten Kampar diperkirakan akhir abad ke-19. Ayahnya bernama Haji Muhammad Ali. Ia memiliki dua orang isteri, yaitu Rohimah dan Khadijah.
Dari isteri pertama ia mempunyai anak sebanyak 15 orang dan dari isteri kedua 4 orang. Ia pertama kali datang ke Bengkalis diperkirakan awal pertama abad ke 20. Pada waktu itu Ia diajak teman-temannya ke Bengkalis dengan maksud mencari buah-buahan untuk selanjutnya di bawa ke negeri Malaysia untuk diperdagangkan. Aktifitas ini ia jalani selama lebih kurang dua tahun menetap di Bengkalis.
Pada tahun 1914 tuan guru pergi ke Kedah Malaysia untuk belajar Islam dengan ulama yang terkemuka di sebuah madrasah di sana. Di sini ia mondok selama lebih kurang tujuh tahun.
Setelah menamatkan studinya, iapun berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Menurut cerita Hasan Ahmad, salah seorang putera beliau, ayahnya pergi ke tanah suci dari Malaysia dengan berjalan kaki setelah terlebih dahulu singgah di beberapa negeri sambil mencari tambahan biaya dan persediaan bagi perjalanannya.
Setelah menunaikan ibadah haji, tuan guru Haji Ahmad menetap di Makkah selama tiga tahun sambil belajar Islam dengan ulama-ulama terkemuka di sana.
Sekembalinya dari tanah suci, ia menikah dengan Rohimah binti Haji Sani lalu menetap di negeri Perak Malaysia selama lebih kurang 10 tahun. Selama di Perak, Ia menghabiskan waktunya untuk mengajar Islam kepada penduduk di sana di berbagai tempat. Tahun 1924 tuan guru Haji Ahmad datang kembali ke Bengkalis. Ia diperkirakan menetap selama 10 tahun.
Di Bengkalis Ia menjadi guru agama di sebuah madarasah dekat panti asuhan dan juga mengajar Islam kepada masyarakat di berbagai masjid dan surau yang ada di pulau Bengkalis dan sekitarnya. Meskipun tanpa dibayar, ia tetap melaksanakan pekerjaannya dengan ikhlas dan senang hati.
Setiap awal bulan Ramadan ia kembali ke Perak untuk berkumpul dengan isteri dan anak-anaknya. Lalu setelah hari raya idul fitri, ia kembali ke Bengkalis untuk menjalankan tugasnya. Selama masa-masa mengajar di Bengkalis inilah, ia menikah dengan Khadijah binti Haji Saad.
Tahun 1930, tuan guru Haji Ahmad beserta keluarganya yang berada di Perak pindah semuanya ke Bengkalis. Dan kembali melanjutkan aktifitas pendidikan dan dakwahnya di pulau Bengkalis.
Selama menjalankan aktifitas ini, tantangan terberat yang dihadapi oleh tuan guru Haji Ahmad menurut penuturan puteranya adalah banyaknya berkembang ilmu hitam di daerah ini ketika itu khususnya sihir, racun dan sejundai yang telah banyak menelan korban nyawa karenanya. Bahkan tuan guru sendiri pernah diancam akan “dibuat” atau “disantau” (diracun) oleh penduduk setempat.
Akan tetapi berkat kekuatan iman dan agama yang ada dalam dirinya, iapun selamat dari perbuatan jahat tersebut. Dan berkat kegigihan dakwahnya dalam membina masyarakat pula, ilmu hitam itu berangsur-ansur hilang dari tanah Bengkalis.
Diantara murid-murid Tuan Guru Haji Ahmad yang terkenal adalah Haji Zakaria, Haji Abdullah Nur dan Haji Umar yang kemudian menjadi ulama yang terkemuka pula di Pulau Bengkalis. Ketika itu ketiga muridnya ini belajar Islam dengan Tuan Guru di Masjid Batu berdekatan dengan rumah Sultan Siak kala itu.
Pada waktu tentara Jepang masuk Bengkalis, aktifitas pendidikan Islam di Madrasah menjadi terhenti karena pemerintah Jepang tidak senang dengan adanya kegiatan atau perkumpulan yang mengajarkan agama. Ketika itu, tokoh-tokoh ulama Islam sering mendapatkan teror dan ancaman akan dibunuh.
Situasi yang tidak aman dan kondusif ini menyebabkan madrasah ditutup dan tuan gurupun kembali ke Perak. Setelah pemerintahan Jepang angkat kaki dari bumi Indonesia, tuan guru Haji Ahmad kembali ke Bengkalis dan melakukan aktifitasnya sebagaimana semula sampai ia wafat diperkirakan tahun 1959 pada usia 60 tahun dan dimakamkan di desa Pangkalan Batang.