Jumat, 13 Februari 2015 - WIB - Dibaca : 13452 Kali

Seks Bebas Aib dari Sisi Agama dan Budaya

Besok adalah tanggal 14 Pebruari 2015. Tanggal 14 Pebruari dikenal oleh banyak orang-terutama sekali anak-anak muda-dengan Valentine’s Day.

Pada hari ini anak-anak muda (termasuk sebagian anak-anak muda/remaja Islam) biasanya merayakan hari tersebut dengan saling berbagi kasih-sayang sambil memberikan manisan (coklat), bingkisan, bunga dan berpenampilan serba pink, akhir dari perayaan itu ditutup dengan “making love” dengan pasangan masing-masing.

Menurut salah satu versi, sejarah Valentine’s Day merupakan bekas (sisa-sisa) tradisi baik Kristen maupun Roma. Kata Valentine dihubungkan dengan nama seorang pastur (santo) pada masa kaisar Claudius II berkuasa di Roma sekitar tahun 270 M. Sang Pastur Valentine, versi lain Valentinus melakukan perlawanan terhadap kaisar yang tidak memberikan perlindungan hukum kepada anak-anak muda yang menikah.

Menurut kaisar seorang anak muda lebih baik menjadi seorang tentara daripada berkumpul dengan Istri dan anak. Si pastor tak menghiraukan perintah kaisar dan terus melaksanakan upacara perkawinan bagi anak-anak muda secara diam-diam. Akhirnya ia dihukum mati oleh sang kaisar sebagai akibat penentangannya.

Dari kisah versi di atas, sebenarnya semangat awal dari Valentine adalah melakukan pembebasan atas nama kemanusiaan akan kesewenang-wenangan seorang kaisar yang tirani. Dan yang difasilitasi pastur Valentine bagi anak-anak muda adalah perkawinan yang sah menurut agamanya.

Seiring perkembangan zaman, makna perjuangan Valentine untuk melangsungkan perkawinan itu berubah menjadi makna “pergaulan bebas” bagi pasangan kekasih yang belum menikah dalam perayaan Valentine hari ini. Tentu saja Pergaulan bebas-antara seorang laki-laki dan seorang perempuan- sebelum menikah apapun bentuknya, kapanpun dan dimanapun adalah dilarang dalam Islam dan aib (cela) dalam pandangan Budaya.

Bila dipahami dengan baik, Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah manusia. Kehadiran Islam menuntun fitrah itu agar sejalan dengan maksud dan tujuan dari pemberi fitrah itu (yaitu Tuhan):

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S. Al-Rum; 30)”

Sebagai Pencipta Manusia, Allah Swt mengerti betul apa yang mejadi kebutuhan-kebutuhan dasar (alami) manusia. hal ini bisa kita tangkap dalam firman Allah swt:

“Manusia itu dihiasi dengan perasaan cinta kepada wanita, anak-anak, harta yang berlimpah dari emas dan perak, kendaraan pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang (perkebunan), semua itu adalah kesenangan hidup di dunia dan kepada Allah swt tempat kembali yang baik (Al-Imran: 14)”

Di antara kebutuhan dasar manusia yang bersifat universal adalah “senang kepada lawan jenis” (kebutuhan seks). Laki-laki senang kepada perempuan. Dan perempuan senang kepada laki-laki. Akan tetapi, sebagai seorang muslim yang baik, yang harus diperhatikan dalam memenuhi kebutuhan “senang kepada lawan jenis itu” harus sesuai dengan tuntunan yang sudah digariskan oleh Allah swt dan Rasul-Nya, yaitu:

(1) Menghindari sikap atau perbuatan yang bisa mendekati (menciptakan peluang) bagi terjadinya perzinaan, berkhalwat (berdua-duan) di tempat yang sunyi, bersentuhan yang merangsang syahwat. Dsb.

(2) Melalui ikatan pernikahan yang sah menurut agama dan negara.

Tuntutan yang diberikan Islam ini, tidaklah dimaksudkan untuk menghalang-halangi (mengekang) kebutuhan atau kesenangan manusia, akan tetapi Islam ingin menuntun manusia agar ia menjalani kehidupan yang baik, tenang, terhormat, bermarwah dan bertanggung jawab. Penyaluran Kebutuhan biologis dengan cara bergaul secara bebas, akan merendahkan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab.

Bayangkan saja, bila sampai terjadi perzinaan yang membuahkan hasil, tidak hanya pelakunya saja yang menerima aib (malu) dan kehilangan kehormatan, tapi juga kedua-dua pihak keluarga-Ayah/Ibu/Sdr-akan merasakan akibatnya.

Karena itu, penyaluran kebutuhan biologis yang baik adalah melalui jenjang perkawinan, yang dengan perkawinan itu akan lebih tenang dan bertanggung jawab serta memuliakan harkat dan martabat manusia.

Karena itu, sekelumit pesan yang ingin disampaikan kepada:

(A) Para remaja (pemuda) Islam;

1. Hindarilah Pergaulan Bebas karena itu bukan budaya kita, 2. Berbagi kasih-sayang bukan berarti harus mengorbankan harga diri dan kehormatan 3. Menjalin hubungan kasih dan asmara pra-nikah adalah Aib Besar dari sisi agama dan budaya 4. Pagari cinta kasih dengan marwah dan keimanan 5. Seseorang itu tidak akan dihormati (dipandang rendah) oleh orang lain, bila ia tidak mampu memelihara sikap dan prilakunya 6. Wujudkan cinta kasih kepada keluarga dan orang-orang yang memerlukan 7. Jangan pernah memulai, karena nanti akan sulit mengakhirinya.

(B) Para orang tua:

1. Tanamkan kasih-sayang sebanyak-banyaknya di rumah, agar anak tidak mencari "kasih sayang" di luar rumah.

2. Jangan hakimi, jangan pukul, jangan bentak anak karena ia menjalin kasih sayang sebab itu fitrah manusia, tetapi ajarkan anak-anak bagaimana seharusnya menjalin kasih sayang yang baik dan benar

[infobox style="alert-custom green"]

Amrizal, M.Ag

Penulis adalah salah seorang dosen di STAIN Bengkalis juga aktif dibeberapa lembaga keislaman seperti NU, MUI dan LPTQ. Saat ini Ustadz yang pernah mengenyam pendidikan di UIN Suska Riau ini karya tulisnya sering dimuat dibeberapa media seperti Riau Pos. Facebook : Amrizal Isa[/infobox]


Berita Lainnya

Tulis Komentar