Senin, 14 November 2016 - 08:50:00 WIB - Dibaca : 29553 Kali

Memaknai Budaya Mandi Safar

Teks foto: Ritual mandi safar di Rupat Utara

Budaya mempunyai makna yang penting bagi suatu masyarakat. Budaya timbul karena adanya  interaksi antar sesama manusia. Setiap bulannya kebudayaan selalu  berkembang di Indonesia, salah satunya  adalah kegiatan pada bulan Shafar (nama kelender Hijriyah), ritual itu dinamakan dengan mandi shafar. Ritual mandi shafar adalah suatu upaya (laku) spiritual ke arah pendekatan diri kepada sang pencipta  yang dilakukan oleh sebagian masyarakat muslim di beberapa wilayah di Nusantara, seperti di Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis.

Ritual rutin yang di selenggarakan setiap bulan Shafar tersebut  biasanya dihadiri dan diikuti oleh ratusan bahkan ribuan warga masyarakat, laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun orang muda yang datang dari desa-desa sekitar maupun dari daerah lainnya.  Menurut salah seorang pengurus Lembaga Adat Melayu di Pulau Rupat Utara, (Pak Dollah), upacara mandi safar ini dimulai sejak tahun 1950. Tradisi ini dibawa dari pesisir pantai di Malaysia. Masyarakat Rupat Utara sering membaur dengan masyarakat Malaysia karena asalnya kedua kelompok masyarakat ini adalah satu. Namun Pak Dollah  menuturkan bahwa mandi safar telah hadir disana sejak tahun 1920-an. Hanya saja mandi safar dilaksanakan di rumah masing-masing, bukan di tempat terbuka. (hasil Wawancara).

Ada beberapa perbedaan dalam proses pelaksanaannya, mereka percaya bahwa ritual mandi shafar dapat mencegah atau bahkan menghilangkan segala macam kesialan, wabah penyakit menular, bencana atau musibah yang akan atau telah datang, khususnya pada bulan Shafar. Hal ini tentunya dimotivasi oleh sebuah kepercayaan di kalangan masyarakat luas, bahwa Allah SWT akan menurunkan dua belas ribu macam ujian atau cobaan kepada umat manusia pada bulan Shafar, tepatnya pada hari Rabu minggu terakhir bulan Shafar.

Terkait dengan eksistensi ritual mandi shafar ini tentu menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat itu sendiri. Di satu sisi ada yang menganggapnya sebagai tindakan bid'ah, yang tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan ajaran Islam yang melarang adanya takhayul dan khurafal, serta mengandung unsur syirik. Sedangkan di  sisi lainnya ada yang berpendapat bahwa ritual mandi shafar hanyalah sekedar tradisi leluhur yang bernafaskan Islam yang perlu dipelihara kelestariannya, tentunya dengan mengedepankan modifikasi-modifikasi Islami dan membuang unsur-unsur mistisisme. Atau dengan bahasa lain, meminjam istilah Moeslim Abdurrahaman, "mengislamkan tradisi”  (Abdurrahaman, 2003: 155).

Proses Persiapan dan Pelaksanaan
Prosesi upacara mandi safar dimulai dari pagi hari. Setelah subuh, masyarakat menyiapkan peralatan yang dibutuhkan. Selanjutnya disiapkan sehelai daun atau selembar kertas persegi (rajah) yang kemudian diserahkan pada tetua kampung yang dianggap memiliki ilmu agama mumpuni.  Rajah tersebut ditulisi ayat-ayat menggunakan benda-benda keras seperti lidi yang dibuat menyerupai pensil dengan ujung dilancipkan, atau tinta yang mudah luncur.

Prosesi mandi safar dimulai dengan zikir bersama lalu dilakukan arak-arakan diiringi kompang beserta delapan pasang anak yang merupakan perwakilan masing-masing desa di kecamatan Rupat Utara menuju sumur tua. Sumur tua ini tak jauh dari Pantai Tanjung Lapin. Konon, menurut seorang tokoh masyarakat bernama Ismail Umar, sumur tua itu disebut sumur lapin yang dinilai memiliki keistimewaan tersendiri dan dipercaya sebagai sumur keramat yang tidak pernah kering meskipun kemarau panjang. Selain itu, airnya tidak terasa asin walaupun berada ditepi laut.

Satu persatu tetua adat, pemuka agama dan pemerintah setempat menepuk tepung tawari anak-anak itu, kemudian air wafa’ disiramkan ke tubuh mereka menggunakan centong dari tempurung kelapa. Setelah selesai, warga dipersilahkan mengambil air wafa’. Saat itulah warga saling berlari dan berebut mengambil air doa tersebut. Ada yang membasuh muka, ada yang membasuh rambut, dan ada pula yang membawa botol air mineral kosong untuk diisi air wafa’. Bahkan beberapa masyarakat ada yang menjadikan rajah yang direndam tadi untuk digantung diatas pintu rumah dengan tujuan agar bala bencana dan penyakit tidak masuk ke dalam rumah.

Hakikat Ritual Mandi Shafar
Ritual merupakan suatu bentuk atau perayaan (celebratian) yang berhubungan dengan beberpa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus, yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan suatu pengalaman yang suci. (O'Dea, 1995: 5-36).

Adapun Mandi safar bagi Masyarakat Pulau Rupat menamakan mandi shafar sebagai hari pelaksanaan mandi   ‘Rabu Capuk’ yang berarti Rabu yang selalu meninggalkan bekas buruk. Di wilayah Rupat Utara khususnya, hal-hal yang dilarang pada hari Rabu Capuk adalah tidak boleh bekerja menangkap ikan, menebang kayu walaupun sekedar memetik daun atau mematahkan ranting. Sebab menurut kepercayaan setempat, orang yang terkena luka kena kapak, ditimpa kayu, terjatuh dan lain sebagainya akan meninggalkan bekas yang buruk. Sehingga Mandi Shafar diyakini sebagian masyarakat sebagai salah satu ritual yang dapat menghindarkan manusia dari berbagai rnacam bala, bencana, dan penyakit serta menyelamatkan manusia dari fitnah (siksa) Dajjal.

Sebagian umat Islam di Indonesia menganggap Mandi Shafar sebagai salah satu ritual yang bersumber dari ajaran agama (al-Qur'an dan Hadits Rasululah SAW), sebagai sumber utama pelaksanaan semua syari'at dan ritual Islam. Namun, menurut keterangan KH. M. As'ad Arsyad sebenarnya secara eksplisit anjuran Mandi Shafar tersebut tidaklah ditemukan dalam dua sumber utama tersebut.

Salah satu sumber yang dipegang selama ini adalah ungkapan Syeikh Syarfuddin dalam kitabnya "Ta'liqah" yang menjelaskan bahwa  Ritual Mandi Safar pada malam Rabu terakhir bulan Shafar, Allah SWT menurunkan dua belas ribu macam bala (bencana berupa bencana alam maupun wabah penyakit atau cobaan) dari lauhul rnahfudz ke langit dunia. Maka untuk rnenghindarkan diri dari berbagai macam bala tersebut, beliau menuliskan tujuh ayat dari al-Qur'an kemudian diminum dengan niat untuk memperoleh kebaikan dan barokah. Demikian yang dikutip dari kitab "Taj al-Mulk" hal-7l, pasal Do'a Mandi Pada Bulan Shafar.

Sumber lain mengatakan bahwa praktek yang serupa dengan mandi shafar dikisahkan oleh seorang ulama besar bernama al-Syeikh Muhammad bin Atwi al-Maliki al-Hasani, dalam kitabnya Abwab al-Faraj hal. 63 pasal Pengobatan dengan Ayat Syifa,yang mengisahkan bahwa al-lmam al-Syeikh Abu al-Qashim al-Qusyairi Rahimahullah, anaknya sakit keras sampai-sampai ia hampir berputus asa melihat kondisi anaknya, kemudian dalam tidur ia bermimpi bertemu dengan Nabi SAW, lalu ia mengadukan kondisi anaknya tersebut.

Kemudian Nabi berkata; 'Apakah engkau tidak mengetahui ayat-ayat syifa yang ada dalam al-Qur'an?" Kemudian imam al-Qusyairi segera mencari ayat-ayat yang dimaksud Rasulullah tersebut. Dan ditemukanlah enam ayat dalam al-Qur'an yang mengandung kata syifa, yaitu yang terdapat dalam surat at al-Taubah (14), Yunus (57), al-Nahl (69), al-Isra (82), dan al-Syu'ara (80). Kemudian al-Qursyairi menulis ayat-ayat tersebut di atas kertas dan memasukkannya ke dalam air dan disuguhkan kepada anaknya untuk diminum sebagai penawar, maka kemudian sembuhlah anak tersebut atas izin Allah dari penyakitnya. (Arsyad,2005: 9).

Adapun ketujuh ayat yang disebut di dalam kitab Tajul Muluk terdapat dalam surat Yasin (58), ash-Shafat (79), ash-Shafat (109), ash-shafat (120), ash-Shafat (130), az-zumat (73), dan al-Qadar (5) (Arsyad,2005: 3). Namun dalam ritual lain bagi sebagian masyarakat melakukan tujuh ayat tersebut dengan  diawali lafadz salamun, kemudian menuliskan hurf-huruf rajah-rajah pada sehelai kertas atau daun kemudian diletakkan ke dalam bak mandi atau gentong air minum atau sumur pada waktu-waktu tertentu di bulan Shafar. Kemudian air tersebut digunakan untuk mandi atau air minum.  

Ritual mandi shafar, juga bisa dilakukan secara sendiri sendiri dengan beberapa tahapan,  pertama, menulis tujuh ayat al-Qur'an yang diawali dengan lafadz salamun. Ayat-ayat tersebut ditulis di atas daun atau kertas dengan menggunakan tinta yang mudah terhapus atau menghafalkan ayat-ayat tersebut (bagi yang menghafalnya tidak perlu menulisnya lagl). Kedua, memasukkan tulisan (ayat) tersebut ke dalam baskom atau tempat air (bak mandi, drurn, gentong, sumur dan sebagainya) yang akan dipergunakan untuk mandi. Ketiga, berniat untuk mandi dengan lafadz sebagai berikut; "aku berniat untuk mandi karena Allah Ta'ala". Keempat, pelaksanaan mandi bisa saja dengan menggunakan seember air di rumah atau di sungai.

Hal in menunjukkan bahwa Ritual Mandi Safar konsep utama dalam pembangunan adalah kebersamaan dan kegotongroyongan, serta kemauan untuk berbuat dan berkorban. Masyarakat yang hadir dalarn acara ritual adat tidak diperbolehkan untuk mandi terlebih dahulu sebelum tokoh yang dipercaya untuk membawa do'a yang berada di depan rakit menara melakukannya. Hal ini menunjukkan keharusan setiap anggota masyarakat untuk ta'at dan patuh kepada pemimpin selama kepemimpinannya berada dalam rel kebenaran dan keadilan.

Sebagaimana yang pernah dituturkan oleh Rasulullah SAW bahwa tidak ada ketaatan dalam dosa dan maksiat. Sebenarnya, di desa Tanjung Punak  merupakan desa bahari dan terletak di pesisir timur Sumatera, tepatnya di Kecamatan Rupat Utara Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau,  berhadapan langsung dengan negara Malaysia, sebelumnya sudah ada upacara yang bernama “Maccera Kampong “atau Maddoassalama Kampong. Upacara ini dilakukan setiap tahun sejak dibukanya Desa ini.

Tradisi Mandi Shafar adalah upaya do'a untuk keselamatan yang diwujudkan dalam praktek tradisional, seperti minum dan mandi dengan air yang mengandung do'a. Do'a mandi shalar yang berisikan tujuh ayat al-Qur'ar yang kesemuanya berawal "salamun", bertujuan untuk memohon keselamatan. Do'a mandi shafar sebagian ada yang ditulis sebagian ada yang langsung dibaca, bahkan menghafalnya. Membaca ayat al-Qur'an adalah bertujuan untuk memohon syafa'at, memohon dengan penuh harapan dan optimisme. Dalam bahasa agama dikenal dengan istilah "tafa'ul". Mandi dan minum dengan ayat hanyalah perantara,namun yang menyembuhkan adalah Allah SWT.

Dengan demikian, Islam sesungguhnya memberikan pesan kepada umatnya bahwa, sekalipun tradisi Mandi menurut Islam ada 3 jenis, yaitu mandi wajib, mandi Sunnah dan mandi mubah. Dilihat dari kategorinya, mandi safar tidak tergolong mandi wajib maupun mandi Sunnah, namun mandi Shafar dapat   dikategorikan mandi mubah,  Namun perlu diketahui mandi merupakan cara Islam untuk menjaga kesehatan dan kebersihan sebagai simbol muslim sejati. Wallahu alam.

Penulis:

M. Subli

Beliau adalah salah seorang dosen di STAIN Bengkalis. Saat ini Ustadz yang pernah meraih juara III Musabaqah Menulis Quran tingkat Nasional tersebut karya tulisnya sering dimuat dibeberapa media seperti Riau Pos.


Berita Lainnya

Tulis Komentar